Jumat, 17 Januari 2014
On 16.27 by Unknown No comments
MATAHARI belum
sempurna menunjukan kegagahannya saat motor kami bergerak bersama membelah
hutan. Udara dingin yang menggigit tulang,sama sekali tidak menyurutkan niat
kami untuk menepati janji yang sudah disepakati kemarin. Bertemu dengan kepala
kampung, itulah tujuan utama kami hari itu.Dengan tiga kendaraan roda dua, kami
berangkat pagi-pagi sekali ke kampung yang katanya paling dekat dengan pusat
kecamatan Kelay.
Secara
administratif, nama kampung tersebut adalah Long Beliu. Satu dari empat belas
kampung yang ada di kecamatan Kelay.Kata “Long” dalam bahasa Dayak Ga’ai
berarti muara. Sementara Gie adalah nama salah satu anak sungai yang membentang
luas disini. Ada masyarakat yang lahir, tumbuh kembang dan meninggal bertahun-tahun
di wilayah dekat muara sungai Gie.Dimana pada akhirnya mereka menyebut diri
mereka masyarakat Long Gie.
Kurang lebih
tiga puluh menit, waktu yang kami habiskan di atas kendaraan. Jurang yang
menganga membayang-bayangi kami sepanjang perjalanan. Belum lagi jalanan tanah
yang licin karena semalaman diguyur air hujan. Semuanya harus dilewati dengan
penuh hati-hati. Namun oleh karena ada semangat
pengabdian yang membara dalam dada, tantangan-tantangan itu seolah tidak ada
apa-apanya.
Memasuki kampung
Long Beliu, kami disambut oleh lolongan panjang beberapa anjing
kampung.Jumlahnya banyak dengan kondisi tidak terurus. Anjing-anjing itu
berkeliaran bebas di gang-gang sempit antara perumahan masyarakat. Nampaklah
beberapa ekor yang sedang berdiri di halaman depan rumah-rumah masyarakat.
Bahkan tidak jarang yang masuk ke rumah-rumah.
Kami tidak
terlalu memperhatikan itu. Setelah bertanya dan memperoleh informasi dari beberapa
orang yang tinggal disitu terkait lokasi rumah kepala kampung,tanpa buang masa kami
langsung saja merapat. Di atas rumah panggung cat putih itu, kami diterima
dengan hangat.Suasana keramahtamahan yang kuat membuka obrolan kami pagi itu.
Seorang pemimpin pilihan masyarakat dengan perawakan tinggi besar menjadi nara
sumber kami untuk beberapa hal tentang pelaksanaan program desa siaga di
kampung ini.Tanya jawabpun terjadi di temani gelas-gelas berisi teh dan kopi.
Lukas Wan- kepala kampung Long Beliu- bertutur panjang lebar kepada kami berlima, tim Pencerah Nusantara
angkatan kedua yang kini sedang bertugas di kecamatan Kelay, kabupaten Berau,
Kalimantan Timur.
Bahwa dalam
rangka mewujudkan masyarakat desa yang peduli, tanggap dan mampu mengenali,
mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri,
maka di kampung Long Beliu telah dibentuk kepengurusan desa siaganya beberapa
waktu yang lalu. Pembentukannya sendiri difasilitasi oleh pihak Puskesmas Kelay
dengan tim Pencerah Nusantara angkatan pertama. Setahun sudah program ini
berjalanan. Jatuh bangun para kader dan seluruh masyarakat untuk mempertahankan
kriteria-kriteria yang ada di dalamnya pun sampai hari ini masih menjadi
pekerjaan rumah untuk kepala kampung seluruh masyarakat yang dipimpinnya.
Adanya kemudahan
bagi masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan dasar, adanya Usaha Kesehatan
Berbasis Masyarakat, menjadi dua poin penting dalam mewujudkan desa dengan
status siaga aktif, di samping masih tertinggal sederet kriteria-kriteria lain.
Sebut saja sudah adanya peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kampung yang
mendorong percepatan pencapaian desa siaga, adanya alokasi dari dari Alokasi
Dana Kampung (ADK) untuk menunjang jalannya kegiatan-kegiatannya dalam desa
siaga itu sendiri, adanya peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan
dalam kegiatan kesehatan di kampung, maupun pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) di masing-masing rumah tangga.
Sinar matahari
pagi menembus jendela kayu rumah kepala kampung Long Beliu, menerangi ruang
tamunya yang besar. Kami menikmati teh dan kopi yang disuguhkan, sembari
sekali-sekali melempar pandangan keluar rumah.Pak Lukas -sapaan akrab untuk
kepala kampung ini- menjelaskan bahwa mengenai beberapa kriteria untuk desa
siaga, sudah ada beberapa memang yang berjalan di daerah yang dipimpinnya
ini.Misalnya UKMB – Posyandu balita dan posyandu lansia – yang sudah rutin
dilaksanaan setiap bulan.Tempat pelaksanaannya biasanya di rumah kader-kader
kesehatan, bisa juga di balai besar milik masyarakat. Antusias dari
masyarakatpun cukup tinggi, jelas pak Lukas penuh semangat.
Kampung Long
Beliu memang satu dari dua kampung yang dibina program pengembangan desa
siaganya oleh Puskesmas Kelay dan tim Pencerah Nusantara. Kampung yang lain
adalah Sidobangen. Karena alasan geografis tentunya, maka dipilihlah dua
kampung ini yang menjadi fokus pembinaan untuk saat kami. Dua belas kampung
yang lain juga akan menjadi perhatian pihak Puskesmas Kelay ke depannya.
Di kampung Long
Beliu, ada satu Puskesmas Pembantu dengan dua orang tenaga
kesehatan.Masyarakat pun sudah dengan mudah mengakses pusat layanan kesehatan
dasar ini.Karena lokasi kampung yang dekat dengan Puskesmas induk, tidak jarang
juga masyarakat yang langsung mendatangi Puskesmas Induk jika sewaktu-waktu
mendapatkan kasus.
Obrolan kami
kian menjadi seru. Sang pemimpinpun berkisah tentang
masalah-masalah yang dihadapinya. Salah satunya adalah sampah. Organic dan
non-organik. Karena kampung ini belum memiliki Tempat Pembuangan Akhir sampah,
jadi masyarakat membuangnya di sembarang tempat. Sampah berserahkan di
halaman-halaman rumah masyarakat, walau ada juga yang langsung membuangnya ke
sungai.
Untuk masalah ini, kami memandang perlu untuk dibentuk UKBM baru seperti
swakelola sampah. Dan untuk masalah ini, tim Pencerah Nusantara sudah melakukan
survey sederhana disini. Data-data yang diperolehpun sudah coba kami ajukan ke
Kantor Kebersihan Kabupaten Berau.
Tahun lalu, tim
Pencerah Nusantara angkatan pertama sudah menginisiasi lahirnya semacam
nota-kesepahaman (MOU) antara kepala-kepala kampung se-kecamatan Kelay untuk
mengalokasikan 10% dari Alokasi Dana Kampungnya untuk sektor kesehatan. Pak
Lukas pada kesempatan itu juga ikut menandatangani komitmen bersama itu.Ini
menunjukan keseriusan dari pemerintah kampung Long Beliu terhadap program
pengembangan desa siaga.
Adapun masalah
yang masih menjadi momok bagi pemerintah kampung untuk mewujudkan desa siaga
adalah ketika dituntut untuk siap berhadapan dengan kharakter masyarakat yang
susah untuk dirubah. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang didamba-dambakan
masih jauh dari keinginan.Sebagian dari masyarakatnya masih terbiasa dengan
pola-pola hidup yang lama, yang sudah turun temurun, yang jauh bahkan tidak
menyangkut desa siaga. Malah ketika pola-pola itu dipertahankan, tidak ada
manfaat yang lain, selain akan menjadi karang penghalang yang tangguh bagi
terwujudnya desa siaga aktif.
Tidak hanya
bersumber dari diskusi ringan dengan kepala kampung, tim Pencerah Nusantara
sebelumnya juga telah malakukan survey awal mengenai kondisi lingkungan di
kampung Long Beliu, dengan poin-poin yang ada pada Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat yang menjadi acuannya. Kami juga telah melakukan survey tentang hal-hal
yang berhubungan dengan penyakit-penyakit yang banyak sekali muncul disitu.Dari
data yang diperoleh, bersama pihak kampung, lagi-lagi kami sudah bersurat
kepada Kantor Kebersihan daerah ini.
“Ini yang
disebut dengan kerjasama lintas sektor” terang pak Lukas dengan bangga.
Program
pengembangan desa siaga memang harus melibatkan banyak pihak. Tidak bisa
dilaksanakan sendiri oleh pihak pemerintah kampung, Puskesmas induk maupun
Puskesmas Pembantu atau tim Pencerah Nusantara. Kemiteraan yang harmonis bisa
menjelma kunci jawaban dari semua permasalahan ataupun kekurangan baik yang
dimiliki oleh individu-individu di kampung juga kondisi lingkungan tempat
tinggalnya.
Tanya jawab
dengan kepala kampung terus berputar.Harus kami sadari bahwa silaturahim awal
ini memperkaya kami akan informasi-informasi. Di luar sana, hari sudah semakin
terang dan masyarakatpun sudah mulai beraktitas.Kami pamit dan berkomitmen
untuk menindaklanjuti program pengembangan desa siaga di kampung yang mayoritas
masyarakatnya ini menganut agama protestan.
@DheyoKeanuCh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar